Resensi oleh :
Elza Faiz S.H., M.H.
Direktur Eksekutif DPP IKA UII
Syariefhans adalah salah satu tokoh terpenting di dunia aktifis mahasiswa Jogja di era 70 an. Popularitasnya mentereng di kalangan aktivis mahasiswa lintas generasi. Syarief adalah anak ideologis yang lahir dari rahim UII. Semasa mahasiswa, ia dipercaya sebagai Pemimpin Umum Muhibbah (sekarang Himmah). Majalah mahasiswa UII yang banyak melahirkan banyak tokoh, seperti Mahfud MD dll.
Ketika kehidupan politik kampus dilumpuhkan oleh desain politik NKK/BKK, Syarief melakukan perlawanan intelektual dengan mendirikan Lembaga Studi Nusantara (LSN) bersama rekan-rekan juangnya. Mereka termasuk generasi pertama mahasiswa era Orde Baru yang membentuk lembaga studi semacam itu.
Selepas menuntaskan masa studinya, Syarief hijrah ke Jakarta dan menjadi pengacara sukses. Ia mendesign konsep pengacara arsitek. Pengacara yang melihat perkara tidak hanya melihat apa yang terjadi di luarnya, tetapi mendalami ruh/substansi utama dari setiap perkara tersebut. Konsep itu ia ajarkan ke kader-kadernya, yang diantaranya kini menjadi pengacara ternama di Jakarta.
Sebagai pribadi, Syarief dikenal hangat dan sangat percaya-diri. Ia juga punya selera humor yang tinggi. Ia tidak membeda-bedakan dengan siapapun berinteraksi. Sikap itu tularkan kepada teman-temannya, kepada siapa saja yang ia rasa perlu mengadopsi sikap serupa dalam menjalani hidup.
Secara sosial, Syarief dikenal sebagai pribadi yang sangat dermawan. Sebagaimana pesan yang selalu ia sampaikan “Perjalanan hidup yang indah itu adalah ketika kita mampu berbagi. Bukan menikmati sendiri”. Kesadaran sosial diatas rata-rata itu juga tercermin dari indahnya narasi yang ia ajarkan “Jika anda bersedekah pada seseorang, berterima kasihlah kepada mereka. Anda mungkin sudah membantu urusan dunia. Tetapi mereka juga sudah membantu memperbaiki urusan akhirat anda.”
Spiritualitas Syarief juga tak diragukan, ia adalah orang yang konsisten dalam sholat. Sholat baginya adalah bagaimana menikmati setiap gerakannya. Prinsip ini pula yang mendasari pemikirannya dalam beribadah. Menurutnya, ibadah itu bukan sekedar sebuah kewajiban. “Kalau sekedar kewajiban, kita ibarat budak. Ibadah juga jangan dihitung-hitung. Karena ibadah itu kalau dihitung-hitung seperti pedagang. Maka ikhlaskanlah diri kita untuk beribadah kepada Allah“. Syarief juga aktif membangunkan kesadaran spiritual ummat dengan mengkampanyekan gerakan sholat malam dan tahajud. Seruan itu ia selalu syi’arkan dalam berbagai forum dan kesempatan.
Dari sisi genealogi/nasab keluarga, Syarief adalah habib sekaligus bangsawan terkemuka Palembang. Ia keturunan Kesultanan Palembang Darussalam. Banyak bukti sahih yang mentahbiskan Syarief sebagai keturunan Sultan Mahmud Badaruddin II. Syarief cukup hafal silsilahnya. Trahnya, Syebubakar punya gelar salah satu pangeran di Kesultanan Palembang Darussalam. Ia punya foto dan pusaka asli yang melambangkan itu semua. Semuanya otentik.
Narasi diatas adalah kesaksian para kolega, yang terangkum dalam Buku, “Catatan Kenangan untuk Syarief”. Kini laki-laki mulia itu pergi memenuhi panggilan Sang Kekasih. Meninggalkan jejak-jejak kebaikan bagi UII dan semesta, meninggalkan uswah bagi anak-anak republik. Selamat jalan habib. Kini engkau tidak hanya dalam penjagaan-Nya. Tetapi sudah dalam pelukan-Nya. Abadilah di Surga-Nya. (*EF)